Terumbu Karang
I. Pendahuluan
Terumbu karang adalah habitat berbagai biota laut untuk tumbuh dan berkembang biak dalam kehidupan yang seimbang. Terumbu Karang adalah suatu ekositem yang bersimbiosis dengan kelompok hewan anggota filum Cnidaria yang dapat menghasilkan kerangka luar dari kalsium karbonat. Terumbu karang (coral reef) merupakan kumpulan binatang karang (reef coral), yang hidup di dasar perairan dan menghasilkan bahan kapur CaCO3 (Supriharyono, 2007). Terumbu karang memiliki peran yang sangat penting dalam ekosistem pesisir. Tidak hanya menawarkan keanekaragaman jenisnya saja, tetapi mempunyai sumberdaya sosioekonomi bagi masyarakat pesisir (Bertels et al., 2008).
|
Gambar. Terumbu Karang |
Terumbu karang
mempunyai nilai dan arti yang sangat penting dari segi sosial budaya, ekologi,
dan ekonomi, dimana hampir sepertiga penduduk Indonesia yang tinggal di daerah
pesisir menggantungkan hidupnya dari terumbu karang. Terumbu karang mempunyai berbagai fungsi yaitu sebagai gudang
keanekaragaman hayati biota-biota laut, sebagai tempat tinggal sementara atau
tetap berbagai hewan laut, tempat mencari makan, tempat memijah, daerah asuhan
dan tempat berlindung bagi hewan hewan laut. Selain itu terumbu karang juga
berfungsi sebagai tempat berlangsungnya siklus biologi, kimiawi, dan fisik.
Mempunyai produktivitas yang sangat tinggi dan sumber obat obatan. Secara fisik
terumbu karang berfungsi sebagai pelindung pantai dari hempasan ombak dan
sumber utama bahan bahan konstruksi. Fungsi ekonomi terumbu karang sebagai
pendukung dan penyedia ruang bagi perikanan pantai termasuk didalamnya sebagai
penyedia lahan dan tempat budidaya berbagai hasil laut. Sebagai daerah
rekreasi, baik rekreasi pantai maupun rekreasi bawah laut.
II. Biologi Karang
Berdasarkan kemampuan membentuk terumbu, karang
dibagi dalam dua jenis yaitu hermatipik dan ahermatipik. Karang hermatipik mampu membentuk terumbu dan
memiliki banyak zooxanthellae (alga bersel satu) dalam jaringannya. Pembentukan struktur terumbu oleh karang hermatipik
tergantung dari kemampuan karang dalam menyerap ion kalsium dari air laut
yang menjadi rangka luar (Suharsono, 2010).
Sedangkan karang ahermatipik tidak berasosisasi dengan zooxanthellae
dan tidak menghasilkan terumbu yang berkalsium misalnya anemon, karang lunak,
dan akar bahar (Dubinsky, 1990). Aspek biologi karang mencakup anatomi,
reproduksi, dan cara makan.
2.1 Anatomi Binatang Karang
Karang merupakan binatang yang sederhana berbentuk tabung dengan mulut
berada diatas yang juga berfungsi sebagai anus. Mulut dikelilingi oleh tentakel
yang berfungsi sebagai penangkap makanan. Memiliki tenggorokan yang pendek yang
langsung menghubungkan dengan rongga perut. Didalam rongga perut terdapat
semacam usus yang disebut dengan mesentri filamen yang berfungsi sebagai alat
pencernaan. Polip didukung oleh kerangka kapur sebagai penyangga dimana
kerangka kapur ini berupa lempengan-lempengan yang tersusun secara radial dan
berdiri tegak pada lempeng dasar. Lempengan yang berdiri ini disebut sebagai
septa yang tersusun dari bahan anorganik dan kapur yang merupakan hasil sekresi
dari polip karang.
Dinding dari
polop karang terdiri dari 3 lapisan yaitu lapisan ektoderma, lapisan endoderma
dan lapisan mesoglea. Lapisan ektoderma merupakan jaringan terluar yang terdiri
dari berbagai jenis sel yang antara lainsel mucus dan sel nematocyts. Endoderma
merupakan jaringan yang berada dilapisan terdalam yang sebagian besar selnya
berisi zooxanthela yang merupakan simbion karang. Mesoglea merupakan jaringan
yang ditengah diantara ekderma dan endoderma yang berupa lapisan seperti jelly.
Dilapisan jelly terdapat fibril fibril sedangkan dilapisan luar terdapat sel
sel otot yang masih sangat sederhana yang berfungsi sebagai alat gerak. Seluruh
permukaan jaringan karang juga dilengkapi dengan cilia dan flagela yang mana
kedua sel ini berkembang dengan baik ditentakel dan didalam sel mesentri.
Pada lapisan
ektoderma banyak dijumpai sel glandula yang berisi mucus dan sel knidoblast
yang berisi sel nematocyts. Nematocyts merupakan sel penyengat yang berfungsi
sebagai alat penangkap makanan dan mempertahankan diri. Sel mucus berfungsi sebagai
penghasil mucus yang membantu menangkap makanan dan untuk membersihkan diri
dari sedimen yang melekat. Karang mempunyai sistem syaraf, jaringan otot dan
organ reproduksi yang sederhana namun berfungsi secara baik. Jaringan saraf
dikoordinasi oleh sel khusus yang disebut sel Junction yang bertanggung jawab memberi respon baik
mekanis maupun khemis terhadap adanya stimulus fisik atau cahaya.
Jaringan otot terdapat diantara
jaringan mesoglea yang bertanggung jawab atas gerakan polip untuk mengembang atau
mengkerut sebagai respon perintah jaringan syaraf. Jaringan mesentrial filamen
berfungsi sebagai alat pencernaan yang sebagian besar selnya berisi sel mucus
yang berisi enzim untuk mencerna makanan. Organ reproduksi karang berkembang
diantara mesentri filamen dalam satu polip dapat ditemukan organ betina saja
atau kedua duanya(hermaprodit). Namun karang hermaprodit jarang yang mempunyai
tingkat pemasakan antara gonad jantan dan betina matang pada saat yang
bersamaan.
|
Gambar 1. Anatomi Karang
(sumber: Schutter, 2010) |
2.2 Simbiosis
Zooxanthellae merupakan alga uniselluler dari kelompok dinoflagelata. Organisme
ini hidup pada beberapa invertebrata terutama pada karang (Tacket and Tacket,
2002). Zooxanthellae memiliki interaksi dengan hewan karang yaitu
simbiosis mutualisme. Zooxantellae masuk di dalam polip dengan tiga cara
yaitu pada saat proses reproduksi (Oogenesis dan embriogenesis) dan pada
fase larva serta saat terbentuknya polip baru (Purnomo dkk, 2010). Simbiosis zooxanthellae
dengan karang memiliki keuntungan yaitu: zooxanthellae memberi energi
sebesar 98% pada karang dari hasil fotosintesis berupa asam amino, gula dan
oksigen yang digunakan untuk pertumbuhan dan reproduksi karang (Suharsono,
2010), selanjutnya zooxanthellae berperan dalam proses kalsifikasi
karang; zooxanthellae selain mendapatkan tempat untuk berlindung juga
mendapatkan nutrien (nitrat dan fosfat) dan karbondioksida dari hasil
metabolisme karang (Veron, 2000).
|
Gambar 2. Simbiosis antara zooxanthellae dan polip karang (Castro & Huber, 2007) |
2.3 Reproduksi
Reproduksi karang dapat dilakukan secara aseksual dan seksual
(Veron, 2000). Reproduksi aseksual dengan dengan pertunasan, fragmentasi,
pelepasan polip dan partenogenesis. Reproduksi aseksual dengan pertunasan
dibagi dua yaitu intratentakuler dan ekstratentrakuler. Intratentakular yakni
satu polip membelah menjadi dua polip baru. Ekstrantentakular yaitu polip tumbuh
di antara polip lainnya.
|
Gambar 3. Pertunasan (Tomascik et al. 1997) |
Reproduksi dengan fragmentasi terjadi karena patahan karang
sedangkan partenogenesis terjadi karena adanya larva yang berkembang dari telur
yang tidak melakukan fertilisasi (Suharsono, 2010).
|
Gambar 4. Siklus reproduksi karang (Rudi, 2006).
|
Richmond (1996) dalam Munasik (2005) mengemukakan bahwa mekanisme pembuahan pada karang ada dua dimana ditentukan oleh cara pertemuan gamet jantan dan gamet betina. Mekanisme pertama adalah karang yang melakukan brooding, yaitu telur-telur dibuahi secara internal di dalam gastrovasculer kemudian ditahan hingga perkembangannya mencapai stadium larva planula. Selanjutnya Timotius (2003) menyatakan planula yang dihasilkan memiliki kemampuan untuk melekat pada dasar perairan untuk melanjutkan proses kehidupan. Sedangkan mekanisme kedua adalah karang yang melakukan spawning yaitu telur dan sperma dilepaskan ke perairan dan pembuahan terjadi secara eksternal (external fertilization) selanjutnya embrio juga berkembang di perairan. Kebanyakan karang mencapai dewasa pada umur antara 7-10 tahun (Kordi, 2010).
Pada karang yang melakukan reproduksi secara aseksual tidak melibatkan peleburan antara gamet jantan dan gamet betina. Pada reproduksi ini, polip/koloni karang akan membentuk polip/koloni baru melalui pemisahan potongan-potongan tubuh atau rangka. Reproduksi aseksual dibagi menjadi:
a. Pertunasan Terbagi dua yaitu intertentakuler yaitu satu polip membelah menjadi dua polip sehingga polip baru tumbuh dari polip lama dan ekstratentakuler yaitu polip baru tumbuh diantara polip-polip yang lama.
b. Fragmentasi Koloni baru terbentuk oleh patahan karang. terjadi terutama pada karang bercabang. Patahan (koloni) karang yang lepas dari koloni induk dapat membentuk tunas serta koloni baru.
c. Polip baru terbentuk karena tumbuhnya jaringan yang keluar dari karang mati. Pada karang mati, kadang kala jaringan-jaringan yang masih hidup dapat meninggalkan skletennya untuk kemudian terbawa air. Jika menemukan dasaran yang sesuai, jaringan tersebut akan melekat dan tumbuh menjadi koloni baru.
d. Partogenesis Larva tumbuh dari telur yang tidak mengalami fertilisasi. (Timotius, 2003).
III.
Struktur Skeleton
Pemberian
nama karang adalah berdasarkan skeleton atau cangkang yang terbuat dari kapur,
oleh karena itu pengenalan terminologi skeleton sangat penting artinya. Lempeng
dasar merupakan lempeng yang terletak didasar sebagai fondasi septa yang muncul
membentuk struktur yang tegak dan melekat pada dinding yang disebut
Epitheca (Epiteka). Keseluruhan skeleton yang terbentuk dari satu polip disebut
coralite(koralit) sedangkan keseluruhan skeleton yang terbentuk dari
keseluruhan polip dalam satu individu atau satu koloni disebut
coralum(koralum). Permukaan koralit yang terbuka disebut calyx(kalik). Septa
dibedakan menjadi septa utama, kedua, ketiga dan seterusnya tergantung dari
besar kecilnya dan posisinya. Septa yang tumbuh hingga mencapai dinding luar dari
koralit disebut sebagai cotae (kosta). Struktur yang berada didasar dan
ditengah koralit yang sering merupakan kelanjutan dari septa disebut columela
(kolumela).
|
Gambar 5. Bagian struktur skeleton karang
(Sumber: Antonius, 2000).
|
Dari cara
terbentuknya koralit maka dibedakan menjadi extra tentacular jika koralit yang
baru terbentuk diluar dari koralit yang lama. Intra tentakular jika koralit
yang baru terbentuk didalam koralit yang lam. Cara pembentukan koloni karang
yang demikian akhirnya membentuk berbagai bentuk koloni yang dibedakan
berdasarkan konfigurasi koralit. Bentuyk bentuk tersebut yaitu hydnoporoid,
dendroid, phaceloid, plocoid, flabellate, ceriroid, dan meandroid. Khusus
bentuk percabangan dan bentuk radial koralit acropora yaitu Arborescent, bottle
brush, caepitose, corymbose, caepito-corymbosa, digitate, arborescent table,
table.
|
Gambar
6. Bentuk bentuki koralit pada koloni karang
|
|
Gambar 7.
Bentuk bentuk percabangan koloni dan radial koralit dari marga Acropora |
IV. Habitat Terumbu Karang
Terumbu karang pada umumnya hidup di pinggir pantai atau di daerah yang masih mendapat sinar matahari, yakni kurang lebih 50 meter di bawah permukaan air laut. Namun, ada pula spesies terumbu karang yang dapat hidup di dasar lautan dengan cahaya yang sangatlah minim, bahkan tanpa cahaya sama sekali. Namun terumbu karang hidup di dasar lautan ini tidak melalukan simbiosis dengan zooxanhellae sekaligus tidak membentuk karang.
Ekosistem terumbu karang ini sangatlah sensitif dengan perubahan lingkungan hidupnya, terutama pada suhu, salinitas, dan juga sedimentasi serta eutrifikasi. Agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, terumbu karang membutuhkan kondisi lingkungan hidup yang yang optimal. Lingkungan hidup yang optimal bagi terumbu karang adalah lingkungan yang memiliki suhu hangat yakni sekitar di atas 20ᵒ Celcius. Selain itu terumbu karang juga lebih menyukai berada di lingkungan perairan yang jernih dan tidak mengandung banyak polusi. Lingkungan yang demikian ini sangat berperan pada penetrasi cahaya oleh terumbu karang.
V. Bentuk Pertumbuhan Karang
Karang pembentuk terumbu adalah hewan yang pada umumnya seperti bebatuan.
Karang pembentuk terumbu atau karang batu terdiri dari beragam bentuk yang
memiliki ciri-ciri yang berbeda di antara jenis satu dengan yang lainnya. Menurut
English et al. (1994), bentuk pertumbuhan karang keras terbagi atas karang
acropora dan karang non-acropora.
|
Gambar 8. Bentuk pertumbuhan karang
|
Karang non-acropora adalah karang yang tidak memiliki axial coralite yang terdiri atas:
a. Coral Branching (CB), memiliki cabang lebih panjang daripada diameter yang dimiliki.
b. Coral Massive (CM), memiliki bentuk seperti bola dengan ukuran yang bervariasi, permukaan karang halus dan padat. Dapat mencapai ukuran tinggi dan lebar sampai beberapa meter.
c. Coral Encrusting (CE), tumbuh menyerupai dasar terumbu dengan permukaan yang kasar dan keras serta memiliki lubang-lubang kecil.
d. Coral Submassive (CS), cenderung untuk membentuk kolom kecil, wedge like.
e. Coral Foliose (CF), tumbuh dalam bentuk lembaran-lembaran yang menonjol yang pada dasar terumbu, berukuran kecil dan membentuk lipatan atau melingkar.
f. Coral Mushroom (CMR), berbentuk oval dan tampak seperti jamur, memiliki banyak tonjolan seperti punggung bukit beralur dari tepi hingga pusat mulut.
g. Coral Millepora (CME), yaitu karang api.
h. Coral Heliopora (CHL), yaitu karang biru.
Sedangkan untuk karang jenis acropora adalah karang yang
memiliki axial coralit dan radial coralite. Penggolongannya adalah sebagai
berikut:
a. Acropora Branching (ACB), berbentuk bercabang seperti ranting pohon.
b. Acropora Encrusting (ACE), bentuk mengerak, biasanya terjadi pada karang yang belum sempurna.
c. Acropora Tabulate (ACT), bentuk bercabang dengan arah mendatar dan rata seperti meja.
d. Acropora Submassive (ACS), percabangan bentuk gada/lempeng dan kokoh.
e. Acropora digitate (ACD), bentuk percabangan rapat dengan cabang seperti
VII. Tipe terumbu karang
Beberapa
bentuk contoh pertumbuhan karang dan karakteristik dari masing-masing genera
menurut Ongkosongo (1988), yaitu:
1. Tipe bercabang (branching); karang
seperti ini memiliki cabang dengan ukuran cabang lebih panjang dibandingkan
dengan ketebalan atau diameter yang dimilikinya.
2. Tipe
padat (massive); karang ini berbentuk seperti bola, ukurannya bervariasi
mulai dari sebesar telur sampai sebesar ukuran rumah. Jika pada beberapa bagian
karang itu mati, karang ini akan berkembang menjadi tonjolan sedangkan bila
berada di daerah dangkal di bagian atasnya akan berbentuk seperti cincin.Permukaan terumbu halus dan
padat.
3. Tipe kerak/merayap (encrusting); karang seperti ini tumbuh
menutupi permukaan dasar terumbu. Karang ini memiliki permukaan kasar dan keras
serta lubang-lubang kecil.
4.
Tipe meja (tabulate); karang ini berbentuk menyerupai meja dengan
permukaan yang lebar dan datar. Karang ini ditopang oleh sebuah batang yang
berpusat atau bertumpu pada satu sisi membentuk sudut atau datar.
5.
Tipe daun (foliose); karang ini tumbuh dalam bentuk lembaran-lembaran
yang menonjol pada dasar terumbu, berukuran kecil dan membentuk lipatan
melingkar.
6.
Tipe jamur (mushroom); karang ini berbentuk oval dan tampak seperti
jamur, memiliki banyak tonjolan seperti punggung bukit yang berlur dari tepi
hingga kepusat mulut.
VIII. Faktor-Faktor Pembatas Terumbu Karang
Keanekaragaman, penyebaran dan pertumbuhan karang serta kelestarian
terumbu karang sangat tergantung pada kondisi lingkungannya. Kondisi
lingkungan tidak selalu tetap, namun selalu dinamis karena adanya gangguan,
baik yang berasal dari alam maupun aktivitas manusia. Berikut adalah beberapa
faktor lingkungan pembatas kehidupan terumbu karang:
1. Cahaya
Cahaya memiliki pengaruh yang sangat besar dalam pertumbuhan hewan
karang mengingat hidupnya bersimbiosis dengan ganggang (zooxanthellae) yang
melakukan proses fotosintesis. Tanpa cahaya yang cukup, laju fotosintesis akan
berkurang dan kemampuan karang menghasilkan kalsium karbonat pembentuk
terumbu juga akan berkurang. Jumlah spesies terumbu karang dapat berkurang
secara nyata pada kedalaman penetrasi cahaya sebesar 15-20% dari penetrasi
permukaan yang secara cepat menurun mulai dari kedalaman 10 m (Mellawati et
al., 2012).
2. Suhu
Karang pembentuk terumbu memiliki kepekaan yang tinggi terhadap
perubahan suhu. Meskipun batas toleransi karang terhadap suhu bervariasi
antarspesies dan antardaerah pada spesies yang sama, tetapi dapat dinyatakan
bahwa karang dan organisme terumbu hidup pada suhu dekat dengan batas
toleransinya. Suhu optimum untuk pertumbuhan karang di perairan adalah
berkisar antara 23-30 0
C dengan suhu minimum 18 0
C. Namun hewan karang
masih bisa hidup sampai suhu 15 0
C, tetapi akan terjadi penurunan pertumbuhan
reproduksi, metabolisme serta produktivitas kalsium karbonat (Arini, 2013).
3. Kedalaman
Selain suhu faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan karang adalah
kedalaman. Menurut Nybakken (1998), kedalaman berkaitan dengan pengaruh
cahaya, sehingga kebanyakan terumbu karang hidup di kedalaman di bawah 25 m.
Hewan karang tidak dapat berkembang di perairan yang lebih dalam dari 50-70 m.
11
11
Kedalaman lebih dari 50-100 m (150-300 ft) juga terlalu dingin sehingga
menghambat sekresi kalsium karbonat (Sverdrup, 2006). Semakin dalam suatu
lautan maka penetrasi cahaya yang masuk semakin berkurang sehingga
mempengaruhi laju fotosintesis pada karang.
4. Sedimentasi
Sedimentasi yang terjadi di ekosistem terumbu karang akan memberikan
pengaruh semakin menurunnya kemampuan karang untuk tumbuh dan
berkembang. Sedimentasi dapat menutupi karang dan menghalangi proses
makannya, dan juga dapat mengurangi cahaya yang diperlukan oleh zooxanthellae
dalam melakukan fotosintesis (Nybakken, 1992). Beberapa kegiatan manusia
yang berhubungan erat dengan sedimentasi adalah semakin tingginya aktivitas
pengerukan, pertambangan, pengeboran minyak, pembukaan hutan (Arini, 2013).
5. Arus dan Gelombang
Pada umumnya, terumbu karang lebih berkembang pada daerah-daerah
yang mengalami arus dan gelombang cukup besar. Arus dan gelombang
memberikan oksigen dalam air laut, mengurangi dan menghilangkan proses
sedimentasi pada terumbu karang, serta mensuplai plankton dan sumber makanan
lain yang berguna bagi pertumbuhan dan perkembangan terumbu karang
(Nybakken, 1992). Selain itu, arus juga berfungsi untuk pemindahan larva serta
menghalau sampah (Tomascik et al., 1997)
2.5.6 Salinitas
Salinitas suatu perairan mempengaruhi pertumbuhan karang. Salinitas air
laut di daerah tropis adalah sekitar 35‰. Salinitas optimum bagi pertumbuhan
karang adalah sekitar 32-35‰ (Nybakken, 1992).
IX. Fungsi Terumbu Karang
Mawardi (2003) menyatakan bahwa ekosistem terumbu karang mempunyai nilai penting bukan hanya dari sisi biologi, kimia dan fungsi fisik saja namun juga dari sisi sosial dan ekonomi.
a. Fungsi biologis terumbu karang, adalah sebagai tempat bersarang, mencari makan, memijah dan tempat pembesaran bagi berbagai biota laut.
b. Fungsi kimia terumbu adalah sebagai pendaur ulang unsur hara yang paling efektif dan efisien. Terumbu karang juga potensial sebagai sumber nutfah bahan obat-obatan
c. Fungsi fisik terumbu adalah sebagai pelindung daerah pantai, utamanya dari proses abrasi akibat adanya hantaman gelombang.
d. Berdasarkan fungsi sosial dan ekonomi terumbu karang merupakan sumber mata pencaharian bagi nelayan, dan juga memberikan kesenangan sebagai obyek wisata.
Referensi:
S Suharsono. 2008. Jenis-Jenis Karang
yang Umum di Jumpai di Indonesia. LIPI-P3O Proyek Penilitian dan
Pengembangan Daerah, Jakarta